Sejarah Gunung Krakatau dan Kisah Letusan yang Mengguncang Dunia
Gunung Krakatau merupakan salah satu gunung vulkanik aktif yang
terdapat di Indonesia. Sejarah gunung Krakatau yang paling diingat dunia
adalah ketika gunung ini meletus hebat pada tahun 1883 dan menyebabkan
banyak korban jiwa yang mati, terluka, atau terkena gangguan saluran
pernafasan. Gunung ini terletak di sebuah pulau volkanik yang ada di
selat pemisah pulau Jawa dan pulau Sumatera.
Sekilas Tentang Krakatau
Krakatau bukanlah satu-satunya gunung vulkanik aktif yang ada di Indonesia. Bahkan, ada sekitar 130 gunung vulkanik aktif yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Meski begitu, mayoritas gunung vulkanik ini ada di dua pulau terbesar Indonesia, yaitu pulau Jawa dan Sumatera. Kedua pulau ini terpisah oleh sebuah selat bernama Selat Sunda, yang merupakan tempat beradanya gunung Krakatau.
Sejarah gunung Krakatau dan penggunaan namanya di dunia barat baru
dimulai pada tahun 1611 melalui peta yang dibuat oleh Lucas Janszoon
Waghenaer dimana sebelumnya, penyebutan pulau di selat Sunda ini
hanyalah “gunung yang tajam”. Pada peta tersebut pulau tadi dilabeli
oleh Waghenaer dengan nama “Pulo Carcata” dimana pulo adalah bahasa
Sunda untuk Pulau. Sebelum akhirnya pengejaan Krakatau digunakan oleh
Wouter Schouten pada bulan Oktober 1658 saat ia sedang melewati sebuah
pulau bernama Krakatu yang banyak terdapat pohon tinggi, ada beberapa
variasi penyebutan Krakatu termasuk Crackatouw, Cracatoa, dan Krakatao.
Tidak ada yang tahu tentang bagaimana nama Krakatau terlahir. Program
Kevolkanikan Global milik Institusi Smithsonia mengatakan bahwa nama
yang tepat adalah Krakatau, tapi nama Krakatoa lebih sering digunakan
oleh orang-orang yang berbahasa Inggris sementara ahli geologi dan orang
di belahan dunia lainnya lebih suka menggunakan nama aslinya, yaitu
Krakatau.
Sejarah Gunung Krakatau
Pada satu titik di masa prasejarah, sebuah erupsi diperkirakan terjadi dan menciptakan Verlaten, Lang, Poolsche Hoed, dan Rakata. Tidak berapa lama, dua buah cone yaitu Perboewatan dan Danan terbentuk dan bergabung dengan Rakata, membentuk badan utama pulau Krakatau. Pada letusan hebat di tahun 1883, Krakatau saat itu terbentuk dari Lang, Verlaten, dan Krakatau itu sendiri.
Pada tahun 416, Pustaka Raja menuliskan bahwa ada sebuah suara menggemuruh yang terdengar dari gunung Batuwara yang kemudian disusul oleh suara yang sama dari Kapi. Sebuah api yang menyala-nyala naik ke angkasa dan seluruh dunia bergetar diiringi gemuruh lain diikuti hujan dan badai besar. Tidak ada bukti geologis tentang kejadian ini, meskipun mungkin ini menjelaskan hilangnya area tanah yang sebelumnya menyatukan pulau Jawa dan Sumatera, atau kemungkinan adalah kesalahan tanggal karena pada tahun 535 terjadi sebuah letusan yang besar.
David Keys, seorang arkeolog untuk koran harian London, The Independent, bersama dengan Ken Wohletz dan arkeolog lainnya berspekulasi bahwa sebuah erupsi volkanik yang mungkin berasal dari Krakatau pada tahun 535 adalah alasan terjadinya perubahan iklim global pada tahun 535 hingga 536. Keys menemukan sesuatu yang ia anggap adalah sebuah efek global erupsi abad ke-6 ini dan menuliskannya pada buku dengan judul Catastrophe: An Investigation into the Origins of the Modern World. Selain itu, sejarah gunung Krakatau dan letusannya pada masa itu menjadi bahan perdebatan tentang apa betul letusan itu yang kemudian menjadi pembentuk Rakata, Verlaten, dan Lang. Thornton juga menuliskan bahwa Krakatau disebut sebagai “Gunung Api” pada masa dinasti Sailendra, dan ada beberapa kejadian erupsi yang terjadi pada tahun 850, 1050, 950, 1320, 1530, dan 1150.
Letusan Tahun 1883
Sebelum meletus pada tahun 1883, Krakatau mengalami banyak aktivitas seismik yang menimbulkan gempa bumi hingga Australia. Baru pada 20 Mei 1883 di Perboewatan mulai terjadi pelepasan uap secara berkala yang kadang mencapai ketinggian hingga 6 km dan suara yang terdengar hingga Jakarta (waktu itu, Batavia). Pada akhir Mei, segala aktivitas vulkanik menurun dan tak ada lagi aktivitas yang tercatat selama beberapa minggu hingga 16 Juni dimana sebuah letusan keras terjadi. Letusan keras tadi menimbulkan sebuah asap hitam tebal yang menutupi pulau, hingga akhirnya pada tanggal 24 Juni sebuah angin membersihkan awan-awan tersebut.
Sejarah gunung Krakatau yang membuatnya terkenal di dunia berawal pada tanggal 25 Agustus dimana aktivitas vulkaniknya mulai naik dan mulai memasuki fase paroksimal keesokan harinya pukul 13:00. Satu jam setelahnya, abu hitam dengan tinggi 17 mil dapat dilihat oleh para pengamat dan ledakan selalu terdengar setiap sepuluh menit sekali. Pada saat itu juga kapal-kapal yang berlayar dan masuk dalam area 20 km dari Krakatu mulai terkena hujan abu tebal diiringi potongan batu apung berdiameter 10 cm di dek kapal mereka. Malamnya, sebuah Tsunami kecil terjadi di pesisir pulau Jawa dan Sumatera sebanyak dua kali meskipun kedua pulau ini terletak 40 km dari Krakatau.
Letusan besar terjadi di pagi pada 27 Agustus pukul 05:30 dan 06:44, kemudian berlanjut lagi pada pukul 10:02 dan 10:41. Letusan pertama terjadi di Perboewatan dan menimbulkan tsunami di Teluk Botong. Letusan kedua menyebabkan sebuah tsunami dari arah timur dan barat Danan. Letusan yang ketiga terdengar hingga Perth, Australia dan Rodrigues, Mauritius. Penduduk sekitar mengira itu adalah suara dari meriam yang ditembakkan oleh salah satu kapal terdekat. Ledakan ketiga tadi diperkiran memiliki kekuatan yang sama dengan 200 megaton TNT. Ledakan terakhir meruntuhkan setengah bagian Rakata dan menjadi pemicu ledakan besar terakhir yang memancar dengan kecepatan 1.086 km/j dan begitu kuat hingga dapat memecahkan gendang telinga. Gelombang kejut yang terjadi karena letusan ini tercatat di seluruh dunia sebanyak tiga kali, mencatat letusan gunung Krakatau sebagai salah satu letusan gunung yang paling besar di dunia.
Refrensi:http://www.portalsejarah.com/sejarah-gunung-krakatau-dan-kisah-letusan-yang-mengguncang-dunia.html
Sekilas Tentang Krakatau
Krakatau bukanlah satu-satunya gunung vulkanik aktif yang ada di Indonesia. Bahkan, ada sekitar 130 gunung vulkanik aktif yang terbentang dari Sabang sampai Merauke. Meski begitu, mayoritas gunung vulkanik ini ada di dua pulau terbesar Indonesia, yaitu pulau Jawa dan Sumatera. Kedua pulau ini terpisah oleh sebuah selat bernama Selat Sunda, yang merupakan tempat beradanya gunung Krakatau.
Sejarah Gunung Krakatau
Pada satu titik di masa prasejarah, sebuah erupsi diperkirakan terjadi dan menciptakan Verlaten, Lang, Poolsche Hoed, dan Rakata. Tidak berapa lama, dua buah cone yaitu Perboewatan dan Danan terbentuk dan bergabung dengan Rakata, membentuk badan utama pulau Krakatau. Pada letusan hebat di tahun 1883, Krakatau saat itu terbentuk dari Lang, Verlaten, dan Krakatau itu sendiri.
Pada tahun 416, Pustaka Raja menuliskan bahwa ada sebuah suara menggemuruh yang terdengar dari gunung Batuwara yang kemudian disusul oleh suara yang sama dari Kapi. Sebuah api yang menyala-nyala naik ke angkasa dan seluruh dunia bergetar diiringi gemuruh lain diikuti hujan dan badai besar. Tidak ada bukti geologis tentang kejadian ini, meskipun mungkin ini menjelaskan hilangnya area tanah yang sebelumnya menyatukan pulau Jawa dan Sumatera, atau kemungkinan adalah kesalahan tanggal karena pada tahun 535 terjadi sebuah letusan yang besar.
David Keys, seorang arkeolog untuk koran harian London, The Independent, bersama dengan Ken Wohletz dan arkeolog lainnya berspekulasi bahwa sebuah erupsi volkanik yang mungkin berasal dari Krakatau pada tahun 535 adalah alasan terjadinya perubahan iklim global pada tahun 535 hingga 536. Keys menemukan sesuatu yang ia anggap adalah sebuah efek global erupsi abad ke-6 ini dan menuliskannya pada buku dengan judul Catastrophe: An Investigation into the Origins of the Modern World. Selain itu, sejarah gunung Krakatau dan letusannya pada masa itu menjadi bahan perdebatan tentang apa betul letusan itu yang kemudian menjadi pembentuk Rakata, Verlaten, dan Lang. Thornton juga menuliskan bahwa Krakatau disebut sebagai “Gunung Api” pada masa dinasti Sailendra, dan ada beberapa kejadian erupsi yang terjadi pada tahun 850, 1050, 950, 1320, 1530, dan 1150.
Letusan Tahun 1883
Sebelum meletus pada tahun 1883, Krakatau mengalami banyak aktivitas seismik yang menimbulkan gempa bumi hingga Australia. Baru pada 20 Mei 1883 di Perboewatan mulai terjadi pelepasan uap secara berkala yang kadang mencapai ketinggian hingga 6 km dan suara yang terdengar hingga Jakarta (waktu itu, Batavia). Pada akhir Mei, segala aktivitas vulkanik menurun dan tak ada lagi aktivitas yang tercatat selama beberapa minggu hingga 16 Juni dimana sebuah letusan keras terjadi. Letusan keras tadi menimbulkan sebuah asap hitam tebal yang menutupi pulau, hingga akhirnya pada tanggal 24 Juni sebuah angin membersihkan awan-awan tersebut.
Sejarah gunung Krakatau yang membuatnya terkenal di dunia berawal pada tanggal 25 Agustus dimana aktivitas vulkaniknya mulai naik dan mulai memasuki fase paroksimal keesokan harinya pukul 13:00. Satu jam setelahnya, abu hitam dengan tinggi 17 mil dapat dilihat oleh para pengamat dan ledakan selalu terdengar setiap sepuluh menit sekali. Pada saat itu juga kapal-kapal yang berlayar dan masuk dalam area 20 km dari Krakatu mulai terkena hujan abu tebal diiringi potongan batu apung berdiameter 10 cm di dek kapal mereka. Malamnya, sebuah Tsunami kecil terjadi di pesisir pulau Jawa dan Sumatera sebanyak dua kali meskipun kedua pulau ini terletak 40 km dari Krakatau.
Letusan besar terjadi di pagi pada 27 Agustus pukul 05:30 dan 06:44, kemudian berlanjut lagi pada pukul 10:02 dan 10:41. Letusan pertama terjadi di Perboewatan dan menimbulkan tsunami di Teluk Botong. Letusan kedua menyebabkan sebuah tsunami dari arah timur dan barat Danan. Letusan yang ketiga terdengar hingga Perth, Australia dan Rodrigues, Mauritius. Penduduk sekitar mengira itu adalah suara dari meriam yang ditembakkan oleh salah satu kapal terdekat. Ledakan ketiga tadi diperkiran memiliki kekuatan yang sama dengan 200 megaton TNT. Ledakan terakhir meruntuhkan setengah bagian Rakata dan menjadi pemicu ledakan besar terakhir yang memancar dengan kecepatan 1.086 km/j dan begitu kuat hingga dapat memecahkan gendang telinga. Gelombang kejut yang terjadi karena letusan ini tercatat di seluruh dunia sebanyak tiga kali, mencatat letusan gunung Krakatau sebagai salah satu letusan gunung yang paling besar di dunia.
Refrensi:http://www.portalsejarah.com/sejarah-gunung-krakatau-dan-kisah-letusan-yang-mengguncang-dunia.html
Langganan:
Postingan (Atom)